Cirikhas dari bangsa ini adalah berkulit hitam, tubuhnya kecil dan berambut keriting. Selain itu, masyarakat Gayo mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam, dan menenun serta kerajinan membuat sulaman kerawang Gayo dengan motif yang khas. Masyarakat tradisional Gayo menganut prinsip "keramat mupakat behu berdedele" yang Hanya10 unit kenderaan ini akan dihasilkan, dan selain menggunakan warna merah 'Eclat', setiap satunya juga mempunyai rekaan dan grafik unik, serta bahagian dalam buatan tangan. batikyang mencerminkan ciri khas Aceh Gayo. Tujuan penelitian dan penciptaan seni ini adalah untuk menciptakan motif batik yang mempunyai ciri khas daerah Gayo, yang inspirasi penciptaannya diambil dari ukiran kerawang Gayo. METODOLOGI Metode yang digunakan yaitu observasi, eksplorasi, perancangan, dan perwujudan karya. Keunikantari saman dari suku gayo lainnya berasal dari gerakannya. Karena hanya menampilkan gerak tepukan, gerak guncang, kirap, lingang, surang-saring dan lainnya. Keharmonisan gerak oleh penari adalah syarat dari tari ini. Di mana biasanya tempo gerakan semakin lama akan semakin cepat agar terlihat semakin menarik. 4. Penari Lebihjauh, ada tiga unsur pembentuk estetika sulaman indah benang emas--meminjam konsep estetika Djelantik adalah sebagai berikut. Pertama, wujud. Terdiri dari dua konsep yakni bentuknya yang khas dari Nagari Sungayang seperti pucuak rabuang, bungo tangah, bungo suduik. Pucuak rabuang bentuknya berada pada bagian pinggir kain. Tari Saman merupakan salah satu tari tradisional dari Indonesia yang sudah dikenal hingga mancanegara. Tari Saman merupakan sebuah tarian suku Gayo yang mendiami provinsi Aceh. Dikutip dari buku Mengenal Kesenian Nasional 11: Tari Saman (2010) karya N. Fardhilah, suku Gayo terkenal dengan kekayaan dan keragaman budayanya. Dariribuan suku bangsa tersebut, kali ini kamu akan mengetahui 10 suku bangsa di Indonesia beserta ciri-cirinya, antara lain: Suku Jawa. Mendominasi Indonesia dengan angka 40,20%, suku Jawa memiliki ciri khas berupa pertunjukan wayang kulit, alat musik gamelan, dan senjata tradisional keris. Suku Sunda. Busanaadat perkawinan Gayo mengetengahkan kekayaan teknik sulaman benang warna putih merah kuning dan hijau. Jadi motif kerawang Gayo adalah suatu corak hiasan di daerah Gayo. Pakaian Suku Gayo juga memiliki nama yang sama dengan banyak hal mulai dari wilayah tempat tinggal nama suku dan bahasanya. Bahanyang digunakan untuk membuat sulaman aplikasi diantaranya berupa kain, pita, payet, tali maupun benang yang bertekstur kasar. Jenis ragam hias yang diterapkan untuk membuat aplikasi ini umumnya berbentuk bunga-bunga, pohon, pemandangan, maupun binatang. Sementara jenis tusuk hias yang digunakan pada sulaman aplikasi yaitu berupa tusuk CiriKhas Ciri khas suku Dayak adalah tato di tubuh yang juga disebut tutang. Tato milik suku Dayak memiliki makna yang erat dengan kejadian dan tujuan sehingga tak dibuat sembarangan. 4. Budaya Kebudaayan suku Dayak kental akan tari-tarian. Ada tiga tarian yang biasa dilakukan yakni tari hudoq, leleng, dan kancet papatai. wPtgU. Ilustrasi Ciri Khas Suku Gayo. Sumber PixabayTerdapat berbagai ciri khas suku Gayo yang menarik untuk dibahas. Mulai dari kebudayaan hingga bahasa yang dari buku Tata Rias Pengantin Aceh oleh Cut Marlyn Wood dan Ade Aprilia, suku Gayo merupakan suku bangsa yang menetap di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ada 3 kabupaten yang didiami oleh suku ini, yaitu Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh ini adalah keturunan dari Kerajaan Lingga dan memiliki berbagai ciri khas yang cukup unik. Lantas, apa saja ciri khas tersebut?Ciri Khas Suku GayoIlustrasi Ciri Khas Suku Gayo. Sumber Pixabay1. KebudayaanTari Saman merupakan kebudayaan Suku Gayo yang sangat terkenal. Biasanya tarian ini akan dilakukan ketika pagelaran simbol keakraban, yaitu Bejaman Saman. Tak hanya Saman, suku ini juga menghasilkan berbagai tarian lain seperti Tari Bines, Tari Guel, dan Tari dari Suku Gayo berikutnya adalah tradisi Bejamu Saman. Tradisi ini dilakukan dengan duduk sejajar sebanyak 8 orang yang kemudian melakukan tarian Saman. Biasanya tradisi ini dilakukan pada hari besar Islam, seperti Hari SeniSuku Gayo terkenal dengan kelebihannya di bidang sastra dan seni, salah satunya yaitu seni Didong. Seni ini mencampurkan berbagai unsur kesenian seperti syair yang diiringi oleh tarian Didong dilakukan pada malam hari untuk saat-saat tertentu dengan tujuan untuk memberi motivasi berharga kepada masyarakat MargaSeperti kebanyakan suku lainnya, suku Gayo juga mempunyai marga. Namun penggunaan marga ini tidak dilakukan oleh masyarakat Gayo yang sudah yang masih menggunakan marga tinggal pada wilayah Bebesen. Beberapa marga dari suku Gayo yaitu Munte, Kala, Tebe, Melala, dan masih banyak Bahasa LokalDalam percakapan sehari-hari, suku Gayo menggunakan bahasa Gayo yang sebenarnya memiliki sedikit kemiripan dengan bahasa yang digunakan oleh suku Karo, yaitu suku yang menetap di Sumatera sejarah dan perkembangannya, bahasa Gayo termasuk ke dalam golongan Bahasa Astronesia. Maka dari itu terdapat beberapa perbedaan pengucapan pada bahasa tersebut pada wilayah persebaran suku itu dia 4 ciri khas suku Gayo yang menarik dan unik.LAU TAKENGON - Gayo adalah salah satu etnis yang mendiami Dataran Tinggi Gayo DTG yang berada di wilayah tengah Provinsi Aceh. Suku yang tergolong dalam ras Proto Melayu Melayu Tua ini diperkirakan berasal dari India dan mulai datang ke Tanoh Gayo sekitar tahun sebelum Masehi. Saat ini, suku Gayo menjadi penduduk mayoritas di tiga kabupaten, yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues'> Gayo Lues. Sebagian di antaranya juga menetap di Kecamatan Serba Jadi, Peunaron, dan Simpang Jernih, Aceh Timur. Selama ini, ada anggapan bahwa etnis Gayo berasal dari Suku Batak yang dikenal dengan Batak 27. Namun, berdasarkan hasil kajian arkeologis dari para ahli fosil dan kepurbakalaan Balai Arkeologi BALAR Medan, Sumatera Utara, menyatakan bahwa suku Batak justru berasal dari Dataran Tingi Gayo. • Ali Basrah Spd MM, Politisi Golkar, mantan Wakil Bupati Agara, dan Kini Anggota DPR Aceh Etnis Tertua di Nusantara Menurut salah seorang peneliti dari BALAR Medan, Ketut Wiradnyana, Suku Batak, sebelumnya dianggap telah mengungsi ke Dataran Tinggi Gayo dan menetap di wilayah tengah Provinsi Aceh, sehingga menjadi suku Gayo. Tetapi anggapan itu, terbantahkan setelah adanya penelitian yang dilakukan oleh para arkeolog selama beberapa tahun di sejumlah titik di Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian difokuskan para arkeolog, di Loyang gua Mendale, Loyang Ujung Karang dan Loyang Pukes, di Kampung Mendale, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah. ibu-ibu di Mener Meriah memetik kopi Hasil dari penggalian situs-situs purbakala tersebut, ditemukan adanya kerangka manusia prasejarah. Setelah dilakukan penelitian secara ilmiah, kerangka manusia yang ditemukan itu, usianya berkisar antara hingga tahun. Itu artinya, Kawasan Dataran Tinggi Gayo, sudah dihuni oleh manusia sejak ribuan tahun silam. Jauh sebelum adanya Suku Batak dan suku-suku lain di Pulau Sumatera. Berkaca dari hasil penelitian secara ilmiah, Suku Gayo merupakan salah satu etnis tertua yang mendiami bumi Nusantara ini. • Sanger, Kopi Saling Ngerti Khas Aceh Seorang pengunjung foto di depan penari Saman. Beragam Budaya Selain itu, Gayo juga dikenal dengan etnis yang memiliki beragam budaya dan tradisi yang sebagian diantaranya masih digunakan oleh masyarakat yang berada di wilayah tengah provinsi berjuluk Serambi Mekkah itu. Secara administratif, sebelum pemekaran wilayah banyak terjadi di Indonesia, suku Gayo menjadi penduduk mayoritas di dua kabupaten di wilayah tengah dan tenggara, yaitu Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua kabupaten ini kemudian mengalami pemekaran. Aceh Tenggara memekarkan Kabupaten Gayo Lues'> Gayo Lues, sementara Aceh Tengah memekarkan Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten Gayo Lues'> Gayo Lues sebelumnya tergabung dalam Kabupaten Aceh Tenggara atau dikenal dengan Tanah Alas. Pada 10 April 2002, terjadi pemekaran dengan nama Kabupaten Gayo Lues'> Gayo Lues dengan Ibukota Blangkejeren. Sementara Kabupaten Bener Meriah melepaskan diri dari Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2003. Kabupaten Bener Meriah dengan Ibukota Redelong, juga didominasi oleh penduduk asli Suku Gayo, meskipun daerah ini, menjadi didiami beragam suku. Danau di Takengon Tiga Kelompok Suku Gayo terdiri atas tiga kelompok, yaitu masyarakat Gayo Lut yang mendiami daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah. Gayo Lues'> Gayo Lues yang mendiami daerah Gayo Lues'> Gayo Lues dan Aceh Tenggara. Serta Gayo Serbejadi yang mendiami sebagian kecamatan di Aceh Tamiang dan Aceh Timur. • Sejarah Tugu Bundaran Simpang Lima Banda Aceh Tarian asal Gayo Asal Nama Gayo Ada banyak pendapat mengenai asal usul nama Gayo. Rentang sejarah yang amat panjang jika dikaji dengan seksama dan mendasar, terkadang dijumpai silang atau perbedaan pendapat dalam menemukan sisi kebenarannya. Hal ini disadari karena rentang waktu sejarah yang amat panjang, referensi yang terbatas ditambah banyaknya keterangan oleh para narasumber yang sifatnya turun-temurun. Menurut salah seorang penulis, Abidin, mengemukakan ada lima pendapat terkait asal-usul Suku Gayo. Pertama, kata Gayo berasal dari bahasa Batak Karo yang berarti kepiting. Pada zaman dahulu terdapat serombongan pendatang suku Batak Karo ke Blangkejeren, mereka melintasi sebuah desa bernama Porang. Tidak jauh dari perkampungan tersebut dijumpai telaga yang dihuni seekor kepiting besar, lantas para pendatang ini melihat binatang tersebut dan berteriak " Gayo… Gayo…". Konon dari sinilah kemudian daerah tersebut dinamai dengan Gayo. Kedua, dalam buku 'The Travel of Marcopolo' karya Marcopolo, seorang pengembara bangsa Italia. Dalam buku ini dijumpai kata drang-gayu yang artinya orang Gayu/ Gayo. Ketiga, kata Kayo dalam Bahasa Aceh, Ka berarti sudah dan Yo berarti lari/takut. Kayo berarti sudah takut atau lari. Keempat, kata Gayo berasal dari Bahasa Sanskerta, yang berarti gunung. Maksudnya adalah orang yang tinggal di daerah pegunungan. Kelima, dalam buku 'Bustanussalatin' yang dikarang oleh Nuruddin Ar-Raniry, pada tahun Masehi yang tertulis dengan huruf Arab. Di samping nama Gayo di atas ada juga disebutkan kata Gayor. Hal ini terjadi karena orang-orang tertentu tidak mengerti, bahwa yang sebenarnya adalah kata Gayo. • Dr Iqbal MA, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh Tari Saman di Gayo Lues Sejarah Pada abad ke-11, Kerajaan Linge didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan Sultan Makhdum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kesultanan Perlak. Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesen dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang keduanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda. Raja Linge I disebutkan mempunyai empat orang anak, yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga Ali Syah, Meurah Johan Johan Syah dan Meurah Lingga Malamsyah. Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di sana lalu dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaan bernama Lam Krak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamuri atau Kesultanan Lamuri. Sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi Raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Meurah Mege dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, Aceh Tengah. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk. Penyebab mereka migrasi tidak diketahui, akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Linge lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara. • Krueng Siron, Destinasi Wisata Baru di Bekas Camp Latihan Pasukan Khusus GAM Persawahan di Kabupaten Aceh Tengah. Kehidupan Sosial Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampung desa. Setiap kampung dikepalai oleh seorang reje kepala desa. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari reje raja, petue petua, imem imam dan rayat rakyat. Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas gecik, wakil gecik, imem dan cerdik pandai yang mewakili rakyat. Sebuah kampung biasanya dihuni oleh beberapa kelompok belah klan. Anggota suatu belah berasal dari satu nenek moyang, masih saling mengenal dan berhubungan dengan adat istiadat. Garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah yang patrilokal juelen atau matrilokal angkap. Kelompok kekerabatan terkecil disebut sara ine keluarga inti. Kesatuan beberapa keluarga inti disebut sara dapur. Pada masa lalu, beberapa sara dapur tinggal bersama dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut sara umah. Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satu belah klan. Pada masa sekarang, banyak keluarga inti yang mendiami rumah sendiri. Pada masa lalu, orang Gayo mengembangkan mata pencaharian dengan bertani di sawah dan beternak. Namun untuk saat ini, penghasilan utama masyarakat Gayo dengan mengembangkan komoditi kopi arabika Gayo. Selain itu, ada juga penduduk yang menjadi nelayan dengan menangkap ikan di Danau Lut Tawar, khususnya yang tinggal di Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, serta sebagian diantaranya meramu hasil hutan. Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam dan menenun. Tetapi, untuk kerajinan membuat keramik dan anyaman pernah nyaris terancam punah seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern. Namun dengan dijadikannya daerah ini sebagai tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik mulai dikembangkan lagi. Kerajinan lain yang juga banyak mendapat perhatian adalah kerajinan membuat sulaman kerawang dengan motif yang khas. Kerawang Gayo, sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. • Kompleks Makam Panglima Polem dan Sejarah Singkat Perjuangannya Baju adat Gayo. Pakaian Adat Gayo Kerawang Gayo adalah nama sebutan terhadap motif ukir pada suku Gayo. Kerawang Gayo berkembang pada ukiran kain. Pakaian adat ini sering digunakan saat pesta pernikahan dan acara adat lainnya di wilayah tengah Provinsi Aceh, khususnya Gayo. Pakaian adat Gayo untuk laki laki pengantin baru disebut Aman Mayak, sedangkan untuk perempuan pengantin perempuan disebut Ineun Mayak. Berikut adalah perbedaan Aman Mayak dan Ineun Mayak. Untuk Aman Mayak, pengantin pria menggunakan bulang pengkah juga berfungsi sebagai tempat untuk menancapkan sunting. Selain bulang pengkah, digunakan juga baju putih,celana, beberapa gelang pada lengan, cincin, tanggang, genit rante, kain sarung, dan ponok sejenis keris. Unsur lain yang digunakan yaitu sanggul sempol gampang, sempol gampang bulet yang digunakan ketika akad nikah, dan sempol gampang kenang yang digunakan selama 10 hari setelah akad nikah diselenggarakan. Untuk Ineun Mayak, baju pengantin wanita terdiri dari baju, ikat pinggang ketawak dan sarung pawak. Untuk perhiasan menggunakan mahkota sunting, cemara, sanggul sempol gampang, lelayang, ilung-ilung, subang ilang dan anting-anting subang gener yang semuanya digunakan sebagai hiasan kepala. Untuk bagian leher, tergantung pada kalung tanggal, apakah terbuat dari perak atau uang perak tanggang birah-mani dan uang perak tanggang ringgit, serta belgong sejenis manik-manik. Untuk kedua lengan hingga ujung jari, diperindah dengan berbagai jenis gelang, seperti topong, gelang giok, gelang puntu, gelang bulet, gelang berapit dan gelang beramur, serta berbagai jenis cincin seperti cincin sensim belam keramil, sensim patah, sensim genta, sensim kul, sensim belilit dan sensim keselan. Pada bagian pinggang, tidak hanya ikat pinggang, tapi juga digunakan rantai genit rante. Untuk pergelangan kaki digunakan gelang kaki dan tak ketinggalan upuh ulen-ulen atau selendang. • Meuligoe Bupati Bireuen, Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia Rumah Adat Gayo Rumah adat tradisional Gayo dikenal dengan nama Umah Pitu Ruang yang berarti rumah tujuh ruang. Rumah ini berbentuk rumah panggung yang berdiri di atas suyen tiang setinggi dua meter. Biasanya tiang rumah terbuat dari kayu damar. Umah Pitu Ruang, rumah adat gayo Serambi Indonesia Umah Pitu Ruang berbentuk persegi panjang dan dihuni oleh beberapa keluarga. Panjang bangunan berkisar antara 5-9 tiang dan lebarnya sekitar empat tiang terdiri atas tiga ruangan. Kedua tiang panjang banjar tengah di sebut reje tiang dan peteri atau mentri. Letak rumah Gayo biasanya membujur dari timur ke barat dan letak tangga yang menuju pintu masukbiasanya dari arah timur atau utara. Rumah yang dianggap normal letaknya dibangun di arah timur sampai barat, disebut bujur dan yang letaknya utara sampai selatan disebut lintang. Jika sama sekali tidak mengikuti arah mata angin, maka rumah seperti ini disebut sirung gunting. Rumah Adat gayo merupakan rumah panggung dengan tinggi tiang antara 2–2,5 meter dengan jumlah tiang 39 batang. Ada yang berbentuk persegi empat dan delapan, terbuat dari kayu, beratap ijuk, dan tidak menggunakan paku serta dapat bertahan selama ratusan tahun. Penggunaan tiang penyangga yang selalu berjumlah ganjil secara filosofi melambangkan nilai keislaman. Rumah adat Gayo memiliki tujuh ruang, dengan satu ruang utama yang dinamakan lepo. Rumah dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan rumah dengan lima ruang memiliki 24 tiang. Tiang-tiang tersebut berdiri pada pondasi yang terbuat dari batu kali ataupun batu alam dan tiang-tiangnya terbuat dari kayu uyem pinus. • Lompong Sagu, Makanan Khas Kabupaten Aceh Singkil Makanan Khas Gayo Ada beberapa makanan yang biasanya hanya dapat ditemukan di Gayo. Makanan-makanan tersebut memiliki keunikan masing-masing, seperti makanan khas daerah lainnya. Ke indahan alam Takengon Di antaranya Gutel yang merupakan makanan yang terbuat dari tepung beras, kelapa parut dan garam yang dibentuk lonjong. Dua buah gutel yang sudah dibentuk kemudian disatukan dengan menggunakan daun pandan atau daun pisang, kemudian dikukus. Biasanya gutel sering dinikmati di pagi atau sore hari dengan ditemani secangkir kopi arabika maupun robusta khas Gayo. Ada juga makanan bernama lepat. Makanan ini biasanya menjadi sajian khas menjelang bahkan di bulan Ramadan atau menyambut Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Makanan ini, komposisinya terdiri dari tepung ketan yang dicampur dengan gula aren, diisi dengan kelapa parut yang juga dimasak dengan gula terlebih dahulu kemudian dibungkus dengan daun pisang. Berikutnya sajian masakan ikan Masam Jeng. Makanan ini merupakan olahan ikan mujair, depik serta beberapa jenis ikan air tawar yang dimasak dengan kuah kuning dan bercita rasa asam pedas. Masam jeng juga terkadang dicampur dengan beberapa jenis sayuran seperti kentang, labu siam, kacang koro, dan untuk menambah aromanya terkadang ditambah daun gegarang serta buah empan andaliman. Seni dan Budaya Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian karena hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal antara lain tari Saman dan seni bertutur yang disebut Didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian seperti tari Bines, tari Guel, tari Munalu, Sebuku /Pepongoten seni meratap dalam bentuk prosa, guru didong dan melengkan seni berpidato berdasarkan adat. Dalam seluruh segi kehidupan, orang Gayo memiliki dan membudayakan sejumlah nilai budaya sebagai acuan tingkah laku untuk mencapai ketertiban, disiplin, kesetiakawanan, gotong royong dan rajin mutentu. Pengalaman nilai budaya ini dipacu oleh suatu nilai yang disebut bersikemelen, yaitu persaingan yang mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga diri mukemel. Nilai-nilai ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi, kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah agama Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo. Menjemur kopi Bahasa Bahasa Gayo adalah bahasa yang dipakai sebagai alat berinteraksi sehari-hari oleh suku Gayo. Bahasa Gayo ini mempunyai keterkaitan dengan Bahasa Suku Karo di Sumatra Utara. Bahasa ini termasuk kelompok bahasa yang disebut 'Northwest Sumatra-Barrier Islands' dari rumpun Bahasa Austronesia. Bahasa Gayo yang ada di Lokop, sedikit berbeda dengan Bahasa Gayo yang ada di Gayo Kalul, Gayo Lut, Linge, dan Gayo Lues'> Gayo Lues. Hal tersebut disebabkan pengaruh Bahasa Aceh yang lebih dominan di Aceh Timur. Begitu juga halnya dengan Gayo Kalul, di Aceh Tamiang, sedikit banyak terdapat pengaruh Melayu karena lebih dekat ke Sumatra Utara. Kemudian, Gayo Lues'> Gayo Lues lebih dipengaruhi oleh Bahasa Alas dan Bahasa Karo karena interaksi yang lebih banyak dengan kedua suku tersebut lebih-lebih komunitas Gayo yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara. Dialek pada Suku Gayo, menurut Melalatoa, dialek Gayo Lut terdiri dari subdialek Gayo Lut dan Deret, sedangkan Bukit dan Cik merupakan sub-subdialek. Demikian pula dengan dialek Gayo Lues'> Gayo Lues terdiri dari subdialek Gayo Lues'> Gayo Lues dan Serbejadi. Subdialek Serbejadi sendiri meliputi sub-subdialek Serbejadi dan Lukup. Sementara Baihaqi Ak., dkk menyebut jumlah dialek Bahasa Gayo sesuai dengan persebaran Suku Gayo tadi Gayo Lut, Deret, Gayo Lues, Lokop/Serbejadi dan Kalul. Namun demikian, dialek gayo Lues, Gayo Lut, Gayo Lukup/Serbejadi dan Gayo Deret dapat dikatakan sama atau amat berdekatan. Di Gayo Lut sendiri terdapat dua dialek yang dinamakan dialek Bukit dan Cik. Dalam Bahasa Gayo, memanggil seseorang dengan panggilan yang berbeda menunjukan tata krama, sopan santun, dan rasa hormat. Seperti pemakaian ko dan kam yang keduanya berarti kamu atau anda. Panggilan ko biasa digunakan orang tua atau lebih tua kepada yang muda. Sementara itu kata kam lebih sopan dibandingkan dengan ko. Bahasa Gayo Lut dinilai lebih sopan dan halus dibandingkan dengan Bahasa Gayo lainnya.SerambiWIKI/Mahyadi/Hendri Source publication Edi EskakABSTRAK Industri batik mulai berkembang di Gayo, tetapi belum memiliki motif batik khas daerah. Oleh karena itu perlu diciptakan motif batik khas Gayo, dengan mengambil inspirasi dari ukiran yang terdapat pada rumah tradisional yang biasa disebut ukiran kerawang Gayo. Tujuan penciptaan seni ini adalah untuk menciptakan motif batik yang memiliki cir...... Kerawang Gayo telah dijadikan sumber ide dalam penciptaan karya tekstil seperti yang telah dilakukan Eskak 2016, menciptakan motif batik khas Gayo. Serlin 2020 memadukan motif kerawang Gayo dan parang rusak barong dalam membuat busana evening. ...Fira Zulia RohmawatiRatna SuhartiniKerawang Gayo dan Pinto Aceh adalah nama ragam hias yang berkembang di Aceh Tengah. Tujuan penelitian adalah mengetahui proses pembuatan dan hasil jadi penerapan ragam hias Aceh yaitu Kerawang Gayo dan Pinto Aceh pada busana pengantin muslimah yang bertema MUARA GAYO’. Terinspirasi dari cerita legenda yang berada di Aceh yaitu Legenda Laut Tawar Aceh, yang menceritakan tentang pengembara gagah yang mendapatkan ilham untuk menguji masyarakat setempat. Proses penerapan ragam hias Kerawang Gayo dan Pinto Aceh dimulai dengan pembuatan desain, setelah itu pengaplikasian motif Kerawang Gayo dan Pinto Aceh dengan menggunakan teknik bordir dan lekapan tali. Menggunakan kain organza dan kain duces untuk bahan utamanya. Siluet yang digunakan pada busana ini adalah siluet L yaitu bentuk busana duyung lebar pada bagian bawah, dan memiliki jubah yang sangat lebar. Penerapan bordir stilasi ragam hias Kerawang Gayo terdapat pada bagian muka dan pada bagian punggung jubah, pada bagian sisi bawah jubah menggunakan hiasan lekapan tali stilasi ragam hias Pinto Aceh. Kerawang Gayo and Pinto Aceh are the names of ornamental varieties that developed in Central Aceh. The purpose of the study was to find out the manufacturing process and the finished results of the application of Acehnese ornamental varieties, namely Kerawang Gayo and Pinto Aceh in the Muslim WomenWorkshop with the theme 'MUARA GAYO'. Inspired by the legendary story in Aceh, namely the Legend of Air Tawar Aceh, which tells about a dashing traveler who gets inspiration to test the local community. The process of applying the decorative variety Kerawang Gayo and Pinto Aceh begins with making a design, after that the application of Kerawang Gayo and Pinto Aceh motifs using the embroidery and rope fixtures. It uses organza fabric and duces fabric for its main material. The silhouette used in this outfit is the L silhouette, which is a wide mermaid shape at the bottom, and has a very wide robe. The application of embroidery distillation of various ornamental Kerawang Gayo is found on the face and on the back of the robe, on the lower side of the robe using the decoration of the distillation rope of decorative variety Pinto Aceh.... Salah satu sarana transfer nilai keteladanan tersebut adalah dengan media seni Salma et al, 2016. ...... Keindahan pada produk akan meningkatkan nilai tambah serta merupakan daya tarik terhadap minat konsumen untuk membeli produk gerabah batik tersebut. Kreativitas IKM dengan menciptakan motif-motif baru yang lebih indah dan berciri khas seni budaya suatu daerah akan menimbulkan minat pecinta batik untuk membelinya Salma dan Eskak, 2016. Dilihat dari aspek ekonomi harga produk gerabah batik layak untuk diterapkan di IKM sebagai pembuatan produk yang menguntungkan. ...Penerapan teknik batik untuk dekorasi pada gerabah, mempunyai kendala yaitu hasil pewarnaan kurang cerah dan daya rekat warna pada permukaan gerabah kurang kuat. Tujuan penelitian ini adalah melakukan optimasi bahan dan proses pembuatan gerabah batik untuk meningkatkan kecerahan dan daya rekat warnanya. Metode yang digunakan yaitu 1 Pemilihan gerabah, 2 Pembuatan desain motif, 3 Penyantingan/pembatikan, 4 Pewarnaan 5 Pelorodan/pembersihan lilin, 6 Finishing, dan 7 Pengujian ketahanan luntur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pewarna rapid dan naphthol menghasilkan warna yang lebih cerah. Peningkatan kecerahan warna ini dilakukan dengan langkah awal berupa pemilihan gerabah yang berwarna terang serta dilakukan pelapisan cat transparan. Pengujian dilakukan terhadap ketahanan luntur warna terhadap gosok dan cahaya tengah hari, dengan skor penilaian angka 1 – 5. Hasil pengujian ketahanan luntur warna terhadap gosokan kering dan basah memperoleh nilai 3-4 cukup baik. Ketahanan luntur warna terhadap cahaya terang hari memperoleh angka 4-5 baik. Kecerahan dan ketahanan luntur daya rekat kuat terhadap warna yang dilapisi cat transparan memperoleh nilai 5 sangat baik.... Kain batik dapat menjadi alternatif suvenir daerah yang khas, unik, mudah dikemas, mudah dibawa, ringan, dan memiliki nilai kenangan atau cenderamata, serta harganya relatif terjangkau. Keunggulan-keunggulan tersebut menjadikan batik sebagai komoditas suvenir yang mudah laku Salma dan Eskak, 2016. Demikian batik mempunyai potensi sebagai industri kreatif yang dapat mendukung sektor pariwisata di daerah. ... Irfa'ina Rohana SalmaSuryawati RistianiAnugrah Ariesahad WibowoPerkembangan IKM Batik Papua mengalami berbagai kendala, antara lain stagnasi pembuatan motif yang hanya berorientasi pada maskot daerah yaitu burung cederawasih. Oleh karena itu perlu dilakukan diversifikasi desain dengan mengambil ide alternatif dari budaya masyarakat Papua. Tujuan penelitian ini adalah untuk menciptakan desain motif batik yang inspirasinya diambil dari piranti tradisi masyarakat Papua. Piranti tradisi yaitu alat-alat tradisional yang biasa digunakan oleh masyarakat Papua ketika di rumah, saat bekerja, berperang suku, dan berkesenian. Metode yang digunakan yaitu pengumpulan data, pengkajian sumber inspirasi, pembuatan desain motif, dan perwujudan menjadi batik. Hasilnya berupa 6 motif batik yaitu 1 Motif Honai Besar, 2 Motif Honai Kecil, 3 Motif Tifa Besar, 4 Motif Tifa Kecil, 5 Motif Tambal Ukir Besar, dan 6 Motif Tambal Ukir Kecil. Hasil uji kesukaan terhadap motif kepada 50 responden menunjukkan bahwa motif yang paling disukai yaitu Motif Honai Kecil. Hasil selengkapnya Motif Honai Kecil 21 %, Motif Tifa Kecil 19 %, Motif Honai Besar 17 %, Motif Tambal Ukir Kecil 16 %, Motif Tambal Ukir Besar 15%, dan Motif Tifa Besar 12 %.Tamarind Tamarindus indica L., a type of tropical plant that grows in Indonesia has various benefits and has been widely studied by various disciplines. The study of Tamarind as a source of ideas for art creation, on the other hand, has not been widely carried out. The aims of this study are 1 To explain the process of creating Semarang batik motifs using the idea of Tamarind through the stylization of forms; 2 to analyze the shape of the Tamarind batik motif to strengthen the identity of Semarang’s local culture. This study uses a qualitative approach with phenomenological methods to examine phenomena related to the creation process and the uniqueness of locality-based batik motifs on batik artisans in Semarang City. The data collection techniques used were observation, in-depth interviews, and document studies. The data that has been collected was analyzed interactively through data reduction, presentation, and conclusions with the scope of analysis in intra-aesthetic and extra-aesthetic studies. The results showed that 1 Tamarind is a typical plant that is closely related to the toponym of the city of Semarang so it becomes a source of ideas for the creation of locality-based batik motifs through the stylization technique by Semarang batik artisans; 2 Visualization of the shape of the Tamarind batik motif that has been produced shows the diversity and uniqueness of the form as an aesthetic expression of the batik artisan in responding to the beauty of the natural and socio-cultural environment in Semarang City according to the level of knowledge and aesthetic experience. This research contributes to the batik artisan in exploring the diversity of local plant species as a source of ideas for creating environmentally-based batik motifs to strengthen the value of local cultural RosdianiIbrahim ChalidKerawang Gayo is the name for decorative motifs of traditional Gayo clothing that has been designated as an intangible cultural heritage through the Decree of the Minister of Education and Culture of the Republic of Indonesia Number 270/P/2014 concerning the Determination of Indonesian Intangible Cultural Heritage in 2014. This study uses an ethnographic approach by observing directly in the field to see the existence of openwork gayo in various crafts and the manufacturing process. Conducted interviews with artisans and openwork shop owners, especially the community in Bebesen Village, Bebesen District, Central Aceh Regency. Based on the research results, it is known that the existence of Kerawang Gayo is preserved by modifying the motifs, both on functional products of traditional clothing and other functional products by utilizing cultural values to attract buyers' interest. The Kerawang Gayo motif found on woven products is called Lintem, on wood, it is called chisel, on metal, it is called carving and on cloth, it is called embroidery. Before the 1980s, openwork gayo was still called Gayo Weaving. The various motifs found in Gayo weaving are called Bebunge Betabur clothes, Upuh Kio, Upuh Pawaq, Upuh Ketawaq, Kut clothes, Dede split clothes, Bunge shoots, and so on. Abstrak Kerawang Gayo adalah sebutan untuk ragam hias motif pakaian adat Gayo yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 270/P/2014 tentang Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. pada tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi dengan melakukan observasi langsung ke lapangan untuk melihat keberadaan Kerawang Gayo pada berbagai kerajinan dan proses pembuatannya. Melakukan wawancara dengan pengrajin dan pemilik toko kerawang khususnya masyarakat di Desa Bebesen Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa keberadaan Kerawang Gayo dilestarikan dengan melakukan modifikasi motif, baik pada produk fungsional pakaian adat maupun produk fungsional lainnya dengan memanfaatkan nilai-nilai budaya untuk menarik minat pembeli. Motif Kerawang Gayo yang terdapat pada produk tenun disebut Lintem, pada kayu disebut pahat, pada logam disebut ukiran dan pada kain disebut bordir. Sebelum tahun 1980-an, Kerawang Gayo masih disebut Tenun Gayo. Berbagai motif yang terdapat pada Tenun Gayo disebut Baju Bebunge Betabur, Upuh Kio, Upuh Pawaq, Upuh Ketawaq, Baju Kut, Baju Dede, Bunge Tunas, dan sebagainya. Denik Ristya RiniBatik fabric is a traditional cultural form from Indonesia, developed initially solely for as use of the King and his followers. In modern society, batik has spread more widely into everyday wear for Indonesian people. Batik motifs are made following the market needs and must constantly be updated to cater to changing fashions. Therefore, the author provides training to the younger generation in the digital construction of new batik patterns. The methods used in this training are presentation, tutorials, practicums and discussions. Keywords Batik Motif, Digital, PatternNoor SulistyobudiPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif, warna, serta makna batik Gringsing dan Ceplok Kembang Kates. Penelitian deskriptif kualitatif dan subjek penelitian karya seni batik di Bantul. Data yang diperoleh berupa gambar dan informasi melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil yang diperoleh, motif batik Gringsing Bantul berupa bulatan-bulatan kecil seperti sisik ikan yang saling bersinggungan. Warna asli batik Gringsing sogan, tetapi sekarang menggunakan warna-warna lain seperti merah, biru, hijau, atau sesuai permintaan konsumen. Makna simbolik dari motif Gringsing adalah doa atau harapan agar terhindar dari pengaruh buruk dan kehampaan. Motif batik Ceplok Kembang Kates menggunakan ide dasar tanaman kates, motif utama biji dan bunga, dan motif tambahan putik, isen-isen cecek dan sawut. Warna yang diterapkan merah, hijau, dan biru. Makna simbolik Ceplok Kembang Kates sebagai simbol semangat mempertahankan bangsa, negara, dan kesejahteraan Batik di Bima, Nusa Tenggara Barat mulai berkembang, tetapi belum memiliki motif khas daerah. Oleh karena itu perlu diciptakan motif batik yang memiliki ciri khas daerah Bima. Tujuan penelitian penciptaan seni ini adalah untuk menghasilkan kreasi baru motif batik yang sumber inspirasinya diambil dari seni budaya daerah setempat, sehingga dapat menghasilkan motif batik berciri khas daerah Bima. Metode yang digunakan yaitu pengamatan mendalam, pengumpulan data, pengkajian sumber inspirasi, pembuatan desain motif, dan perwujudan menjadi kain batik. Hasilnya berupa satu desain motif yaitu Batik Uma Lengge BUL, namun dibuat menjadi tujuh kain batik dengan warna dasar yang berbeda-beda. Adapun tujuh kain batik tersebut adalah 1 BUL Me’e/hitam 2 BUL Bura/putih, 3 BUL Jao/hijau, 4 BUL Kala/merah, 5 BUL Monca/kuning, 6 BUL Owa/ungu, dan 7 BUL Biru/biru. Uji peminatan konsumen dilakukan terhadap jenis warna yang disukai. Adapun warna yang paling banyak dipilih adalah hitam 27%, merah 19%, ungu 15%, biru 12%, hijau 11%, kuning 9%, dan putih 7%. Hasil uji ini dapat dijadikan acuan dalam memberi warna pada batik, berdasarkan kecenderungan selera konsumen.